Liburan telah berakhir, perkuliahan telah dimulai kembali. Ini adalah semester paling krusial bagi saya pribadi. Tiap nongkrong di kampus ada tiga bahan obrolan bagi mahasiswa akhir, yakni skripsi, revisi dan ambisi. Tidak jarang efek pembahasan seperti itu cuma bikin kepala tegang. Kalau sudah seperti ini solusinya cuma satu, refreshing.
Tapi ternyata untuk refreshing gak semudah yang dibayangkan juga. Mau nonton gak ada film yang bagus, mau liburan gak punya duit. Semua masih perlu dipikirin juga. Ujung-ujungnya paling nongkrong di cafe sambil mabar, tapi keseringan kalah, ya tetap bikin pusing juga. Kurang lebih beginilah kehidupanku di semester akhir ini, potret seorang mahasiswa yang butuh ketenangan.
Tapi bagaimana pun juga, kuliah harus selalu jadi prioritas. Saya pernah membaca tweet dari dari @PEMBIMBINGUTAMA yang mengatakan "ADA-ADA SAJA ALASAN MAHASISWA, KATANYA 'DARIPADA LULUS TEPAT WAKTU LEBIH BAIK LULUS DI WAKTU YANG TEPAT'. WAKTU YANG TEPAT ITU YA EMPAT TAHUN, LEIH DARI ITU SUDAH TIDAK TEPAT". Ada benarnya juga dan gak ada salahnya. Satu hal yang mungkin salah ketika kamu lulus tepat waktu adalah ketika kamu selesai dan kamu tidak tahu mau diapakan ilmu yang telah kamu pelajari selama 4 tahun tersebut.
Saya sering merenung sendiri akan jadi apa saya setelah lulus nanti. Apakah saya akan melamar kerja atau melanjutkan studi ke jenjang S2 di luar kota atau di luar negeri. Apa salahnya ketika seorang mahasiswa semester akhir mencoba untuk bermimpi?
Pernah suatu hari saya dapat pesan WhatsApp dari teman saya terkait info pameran pendidikan luar negeri. Nantinya kita akan bertemu dengan beberapa perwakilan dari institusi pendidikan terkemuka dari universitas di luar negeri. Saat itu saya tertarik untuk ikut, namanya juga mimpi, siapa yang tidak bakalan tergiur jika ada kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Apalagi sebelumnya saya sering menonton vlog-vlog para mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri seperti Gita Savitri yang kuliah di Jerman, Jovito Sahain yang kuliah di Amerika Serikat, Turah Parthayana yang kuliah di Rusia, Den Dimas yang kuliah di Autralia dan Nihongo Mantappu yang kuliah di Jepang. Siapa tahu saya bisa mengikuti jejak mereka dalam menuntut ilmu.
Saya membaca-baca info pameran pendidikan tersebut di website yang tertera. Salah satu negara yang menarik perhatian saya adalah Singapura. Coba bayangkan berapa biaya yang saya habiskan jika kuliah di luar negeri tanpa beasiswa? Untuk membayangkan saja saya tidak sanggup.
Saya pernah cek harga paket liburan ke Singapura di Traveloka, dan oooomhaigad. Sebagai mahasiswa yang masih menggantungkan hidup pada keluarga, keinginan untuk kuliah di luar negeri hanyalah sebuah mimpi belaka.
Padahal diskon tiket pesawatnya sudah banyak banget. Saya lihat harga-harga tiket pesawat bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah dari yang lain. Apalagi kalau dipesan dengan kamar hotel dalam bentuk akan lebih murah lagi. Untuk sekadar libur sangat cocok sebenarnya, tapi kalau untuk kuliah, yakali nginapnya di hotel. Seandainya kamu dari keluarga seperti di film Crazy Rich Asian gak ada masalah sebenarnya.
Oh iya, terakhir kali saya menikmati indahnya Singapura pas di film Crazy Rich Asian. Kalau di film-film biasa menampilkan Singapura dengan patung Merlionnya, di film tersebut malah jauh lebih dari itu. Ada begitu banyak kemewahan yang ditampilkan, bagaimana kehidupan orang-orang super kaya dan suasana di gedung termegah, Marina Bay Sands Skypark. Apa mungkin seumur hidup saya bisa menginjakkan kaki di tempat itu? Umm, kalau tidak bisa menginjakkan kaki di gedung tersebut, minimal di negara tersebut.
Tulisan ini kayaknya sudah kepanjangan deh, kalau diterusin lagi malah akan jadi review film sepertinya. Kalau begitu cukup sampai disini dulu, kalau teman-teman ada rencana pengen liburan ke Singapura, jangan lupa ajak-ajaklah. Eh, jangan lupa bayarin tiketnya, kan ada banyak promo. Lagipula kan saya belum kerja, belum ada penghasilan. Masa mau minta duit ke orang tua buat liburan ke Singapura, ya gak mungkinlah Bambang!