Empat tahun lalu, tiap nongkrong sama teman-teman kami punya satu bahan obrolan yang jadi harapan kita semua. Harapan yang mungkin akan jadi tangga, pijakan atau batu locatan atas semua mimpi-mimpi kita masing-masing. Bahkan di tiap reuni, obrolan-obrolan manis tidak melulu tentang kenangan masa sekolah, lebih dari itu impian adalah hal yang lebih eksotis untuk dibahas.
Sebagai orang cuek dan punya kesulitan untuk membaur dengan orang lain, kuliah ke luar daerah adalah cara yang efektif bagi saya untuk mandiri dan menghilangkan sifat-sifat yang saya pandang sebagai kekurangan. Jauh dari keluarga adalah momen yang jarang banget rasakan hingga saya memutuskan untuk kuliah di kota Makassar.
Empat tahun berlalu, sekarang, pertanyaan-pertanyaan seputar harapan kami dulu mulai menusuk dari berbagai arah. Pertanyaan yang seakan-akan jadi karma atas sebab seringnya saya tanyakan juga kepada senior-senior saya dulu. Pada akhirnya kini tertuju pada saya, sakit sih tidak, tertekan iya. Apalagi jika pertanyaan itu datang dari keluarga, udah serasa tiba-tiba knock.
Yang bikin sakit paling pada saat ngeliat teman-teman sudah berlomba-lomba seminar proposal sementara diri sendiri masih pusing berkutat dengan judul. Bukan apanya, sebaik apapun alasanmu untuk tetap tinggal dulu di kampus menimbah ilmu, tetap saja akan ngena banget di hati ketika orang tua menjadikan kita sebagai bahan perbandingan. Kalau teman sendiri sih, gampar aja. Lah, kalau orang tua? Mau jadi anak durhaka?
Di game battle royale seperti Fortnite, PUBG atau Free Fire misalnya, kau harus terus bergerak agar tetap bisa bertahan. Dan di sepanjang perjalananmu kau bebas mengambil, menukar atau bahkan membuang apa saja yang kau miliki. Ketika kau menghadapi masalah, hanya ada dua pilihan, lari atau hadapi. Tapi saya pikir lari hanya untuk orang-orang pengecut. Ya, kurang lebih dalam kehidupan nyata mungkin juga seperti itu.
Tahun ini adalah target dari harapan kami empat tahun yang lalu, terealisasi atau tidak yang penting kita tetap berusaha. Yang pasti satu hal, saya tidak akan pernah mengatakan pembelaan-pembelaan diri basi seperti “daripada lulus tepat waktu lebih baik lulus di waktu yang tepat”. Sekian!